Sejarah dari Pelabuhan Kota Pasuruan

Dalam sejarahnya Pasuruan dikenal sebagai kota pelabuhan yang cukup ramai. Dari beberapa literasi tentang sejarah Pasuruan, asal muasal nama Pasuruan sendiri terbagi dalam beberapa versi.

Menurut laman Pemerintah Kota Pasuruan, Pasuruan di masa lalu dikenal dengan nama ‘Paravan’ Orang Tionghoa menyebut Pasuruan sebagai Yanwang atau Basuluan. Ada juga yang menyandingkan nama Pasuruan dengan kata ‘Pasar dan ‘Oeang’. Ini tidak lepas dari ramainya perdagangan di Pasuruan dengan adanya Pelabuhan Tanjung Tembikar, sehingga mampu menarik banyak kaum pedagang untuk datang ke Pasuruan.

Pasuruhan dahulu sempat disebut sebagai Gembong dan menjadi daerah yang cukup lama dikuasai oleh raja-raja Jawa Timur yang beragama Hindu. Hingga pada akhirnya wilayah pelabuhan tersebut berhasil dikuasai oleh Demak pada tahun 1545.

Sejak saat itu Pasuruhan menjadi kekuatan Islam yang penting di ujung timur Jawa. Beberapa pergantian kekuasaan sempat terjadi di wilayah tersebut hingga pada akhirnya jatuh ke tangan Untung Suropati yang merupakan seorang budak belian yang berjuang menentang Belanda.

Untung Suropati menjadi raja di Pasuruan dengan gelar Raden Adipati Wironegoro yang memerintah selama 20 tahun dari 1686 sampai 1706.

Dalam masa pemerintahannya ini dipenuhi dengan pertempuran-pertempuran melawan tentara Kompeni Belanda. Hingga pada akhirnya Untung Suropati terdesak dan mengalami luka berat hingga meninggal dunia di tahun 1706.

Setelah beberapa kali berganti pimpinan pada tahun 1743 Pasuruan dikuasai oleh Raden Ario Wironegoro. Pada saat Raden Ario Wironegoro menjadi Adipati di Pasuruan, yang menjadi patihnya adalah Kiai Ngabai Wongsonegoro.

Suatu ketika Belanda berhasil membujuk Patih Kiai Ngabai Wongsonegoro untuk menggulingkan pemerintahan Raden Ario Wironegoro. Akhirnya Raden Ario Wironegoro melarikan diri ke Malang. Sejak saat itu seluruh kekuasaan di Pasuruan dipegang oleh Belanda, dan menjadikan wilayah ini sebagai ibu kota karesidenan dengan wilayah mencakup Malang, Probolinggo, Lumajang, dan Bangil.

Karena jasanya terhadap Belanda, Kiai Ngabai Wongsonegoro diangkat menjadi Bupati Pasuruan dengan gelar Tumenggung Nitinegoro. Pergantian kekuasaan dalam beberapa waktu berikutnya juga sempat terjadi di Pasuruhan.

Namun secara legalitas formal, kepastian mulai adanya Pemerintah Kota setelah dibentuknya Residensi Pasuruan pada 1 Januari 1901 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Kota Praja (Gementee) Pasuruan seperti termaktub dalam Staatblat 1918 No. 320 dengan nama Stads Gementee van Pasoeroean pada tanggal 20 Juni 1918.

Semasa Presiden Soekarno, Pasuruan dinyatakan sebagai Kotamadya dengan wilayah kekuasaan terdiri dari tiga desa dan satu kecamatan. Pada 21 Desember 1982 Kotamadya Pasuruan diperluas menjadi 3 kecamatan dengan 19 kelurahan dan 15 desa. Dan saat ini Kota Pasuruan sudah memiliki 4 kecamatan dan 34 kelurahan.

Check Also

Banjir Rob Rendam Wilayah Pesisisr Kota Pasuruan

Banjir Rob menggenangi wilayah pesisir di wilayah Dusun Kebonsawah, Dusun Kisik Desa Kalirejo Kraton, Pesisir …